Berdiri dengan nama awal Raja Garuda Mas, Royal Golden Eagle (RGE) secara konsisten membantu berbagai pihak. Salah satunya adalah para petani kelapa sawit mandiri. Mereka yang dikenal sebagai petani swadaya tersebut diajak bekerja sama dalam hubungan yang saling menguntungkan.
RGE didirikan oleh pengusaha Sukanto Tanoto pada 1973. Kala itu, nama awalnya ialah Raja Garuda Mas. Namun, seiring dengan perkembangan perusahaan ke pentas global, transformasi nama dilakukan. Raja Garuda Mas diubah menjadi Royal Golden Eagle.
Saat ini, RGE memang sudah menjadi korporasi kelas internasional. Dengan unit bisnis di berbagai negara, mereka juga berkecimpung di berbagai bidang bisnis berbeda. Lihat saja, Royal Golden Eagle memiliki unit bisnis di sektor kelapa sawit, pulp dan kertas, selulosa spesial, serat viscose, serta minyak dan gas.
Asian Agri merupakan salah satu unit bisnis yang berkiprah di industri kelapa sawit. Mereka termasuk salah satu unit bisnis pertama di tubuh RGE. Berdiri pada 1979, Asian Agri termasuk unit bisnis awal yang dimiliki Raja Garuda Mas.
Saat ini, Asian Agri menjadi salah satu pemain penting di industri kelapa sawit di Asia. Mengelola lahan perkebunan seluas 160 ribu hektare, mereka sanggup menembus kapasitas produksi satu juta ton crude palm oil dalam setahun.
Sebagai bagian Royal Golden Eagle, Asian Agri berusaha menjadikan bisnisnya berguna untuk pihak lain. Hal tersebut dipraktikkan secara nyata dengan menjalin kemitraan dengan para petani.
Awalnya Asian Agri bekerja sama dengan para petani plasma. Kegiatan ini telah dilakukan sejak 1987. Bahkan kini, sekitar 60 ribu lahan milik unit bisnis RGE ini telah dikelola oleh petani plasma. Dari kerja sama ini ada sekitar 30 ribu keluarga yang menikmati dukungan Asian Agri.
Akan tetapi, seiring waktu, Asian Agri memperluas jangkauan kerja sama. Sejak tahun 2012, mereka mulai merintis kemitraan dengan para petani swadaya.
Perlu diketahui, petani swadaya ialah para petani kelapa sawit yang mengelola perkebunannya secara mandiri. Mereka tidak terikat dengan pihak mana pun sehingga bisa menjual hasil panen ke mana pun.
Sebagai petani mandiri, petani swadaya tidak mendapat dukungan dari perusahaan kelapa sawit. Ini yang membuat produktivitas perkebunannya lebih rendah. Maklum saja, banyak di antara mereka yang tidak paham sistem berkebun kelapa sawit yang tepat. Hal itu masih ditambah dengan kesulitan mendapatkan bibit berkualitas, pupuk, hingga berbagai jenis pestisida yang diperlukan.
Situasi sulit tersebut membuat perekonomian petani swadaya cenderung lebih rendah dibanding petani plasma. Banyak di antara mereka yang terjerat kemiskinan. Hal itulah yang akhirnya mendasari Asian Agri untuk menjalin kemitraan dengan petani swadaya. Diharapkan, dengan kerja sama yang dilakukan, kehidupan petani swadaya bisa lebih baik.
Bentuk kerja sama yang dijalankan dengan petani swadaya mirip seperti relasi dengan petani plasma. Di sana RGE bertindak sebagai mitra yang memberi pendampingan kepada petani swadaya. Mereka memberikan bibit kelapa sawit dengan kualitas terbaik kepada petani swadaya.
Selain itu, Royal Golden Eagle melengkapinya dengan pendampingan pengelolaan perkebunan yang baik. RGE melalui Asian Agri tidak ragu untuk mengerahkan tim riset dan pengembangan terbaiknya untuk mendampingi para petani swadaya dalam mengolah perkebunannya.
“Kalau kami membina mereka, kami berarti membangun loyalitas mereka. Kami dapat suplai yang lebih terjamin,” kata Direktur Asian Agri Freddy Widjaya di Bisnis.com.
MANFAAT YANG DIRASAKAN
Dukungan dari Asian Agri bermanfaat besar bagi para petani swadaya. Mereka mampu meningkatkan produktivitas hasil perkebunannya berkat pendampingan dari unit bisnis Royal Golden Eagle tersebut.
Salah satu contoh dirasakan oleh petani swadaya yang tergabung dalam Asosiasi Petani Swadaya Amanah dari Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau. Produksi tandan buah segar mereka meningkat sejak kemitraan dengan Asian Agri dilakukan.
Sebelumnya perkebunan mereka hanya menghasilkan 18 ton per hektare. Namun, sesudah melakukan kerja sama dengan unit bisnis Royal Golden Eagle tersebut, produktivitas perkebunan meningkat. Per hektare sekarang mampu menghasilkan 21 ton.
Para petani swadaya tentu senang. Hasil perkebunan yang bertambah membantu mengangkat taraf hidup petani. Maklum saja, penghasilannya ikut meningkat.
Sebelum kemitraan dengan Asian Agri dilakukan, para petani hanya mendapat penghasilan sekitar Rp1,2 juta dari hasil produksi per hektare setiap bulan. Sekarang mereka bisa bisa mendapat penghasilan hingga Rp1,9 juta per hektare dalam jangka waktu yang sama.
Penghasilan yang bertambah dapat diraih berkat kenaikan harga penjualan tandan buah segar yang dinikmati oleh petani. Karena hasil yang kurang bagus, biasanya petani mendapat penawaran harga rendah Rp.1.060 per kilogram. Namun, karena menjalin kemitraan dengan Asian Agri, jaminan harga yang didapat jauh lebih baik. Harga jual tandan buah segar mencapai Rp.1.378 per kilogram.
Namun, lebih dari keuntungan finansial, para petani swadaya mendapat manfaat yang lebih berharga. Mereka sekarang jadi tahu tata cara mengelola perkebunan yang tepat. Hal itu diakui oleh seorang petani swadaya yang berasal dari Asahan, Arafik yang merasa mendapat beragam manfaat sejak menjadi mitra Asian Agri.
“Mulai dari pemahaman mengelola kebun kelapa sawit secara baik hingga meningkatkan produktivitas sawit dan penghasilan pendapatan,” kata Arafik di Obrolanbisnis.com.
Arafik menilai ada hubungan saling menguntungkan seimbang antara petani swadaya dan Asian Agri. Ini yang dirasanya cukup menarik banyak pihak untuk ikut bergabung. “Perusahaan untung, kami, para petani pun ikut untung,” cetus Arafik.
Bukan hanya itu, Asian Agri juga mendorong para petani untuk mendapatkan sertifikasi keberlanjutan Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO). Sertifikat ini memiliki arti penting. Mengantonginya menjadi jaminan bahwa hasil perkebunan bisa diterima di pasar internasional. Sebab, RSPO memastikan produk kelapa sawit dikelola dengan ramah lingkungan.
Asosiasi Petani Swadaya Amanah akhirnya mampu meraih sertifikat RSPO pada 2013. Mereka menjadi kelompok petani swadaya pertama di Indonesia yang mampu mendapatkan sertifikat tersebut.
Keberhasilan Asosiasi Petani Swadaya Amanah tidak lepas dari dukungan Asian Agri. Unit bisnis dari Royal Golden Eagle tersebut memfasilitasi dan mendampingi mereka untuk mendapatkan sertifikat RSPO.
Karena tahu persis bahwa sertifikat RSPO memiliki standar tinggi, Asian Agri melakukan upaya khusus. Mereka menjalin kerja sama dengan World Wide Fund for Nature (WWF) untuk mendampingi petani. WWF akhirnya menempatkan staf untuk tinggal dan hidup bersama petani sawit sekitar, dan memberikan pelatihan serta pedoman mengenai RSPO.
Berkat pendampingan intensif tersebut, Asosiasi Petani Swadaya Amanah bisa melewati proses audit dengan baik. Buahnya ialah sertifikat RSPO yang sudah dikantongi.
Hal ini memperlihatkan bahwa kemitraan yang dijalankan oleh Asian Agri memberi manfaat besar kepada para petani swadaya. Asian Agri mendukung para petani untuk meningkatkan hasil perkebunannya sembari menanamkan kesadaran tentang kelestarian lingkungan.